Dilaporkan Toton Sumali Terkait Perkara Tanah di Tengah Kota, Ibu Inong Mendekam Dalam Penjara

Dilaporkan Toton Sumali Terkait Perkara Tanah di Tengah Kota, Ibu Inong Mendekam Dalam Penjara
Foto Ibu Inong beredar di Media Sosial

SEKILASRIAU.COMSeorang Ibu Rumah Tangga (IRT) bernama Inong Fitriani, akhirnya mendekam dalam penjara berawal dari laporan Toton Sumali yang diketahui seorang pengusaha di Kota Dumai.

Inong Fitriani dipenjara terkait perkara tanah yang ada berada di tengah perkotaan.

Ia diduga telah menggunakan surat palsu terkait kepemilikan lahan kurang lebih seluas 1200 meter yang diketahui telah dikuasai keluarganya sejak tahun 1961.

Namun, IRT yang berumur lebih dari setengah abad itu harus mendekam di jeruji besi setelah Toton Sumali melaporkannya.

Berdasarkan penelusuran di media elektronik, Toton Sumali mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan surat terbitan tahun 2000.

Perkara ini langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial seperti Facebook, Instagram maupun Tiktok dan kini viral.

Seperti dilansir dari updateinews.com, Rahmat, anak kandung Inong, mengatakan bukanlah pendatang di Kota Dumai dan keluarganya telah puluhan tahun menetap di tanah tersebut.

“Kami ini bukan pendatang. Kami sudah puluhan tahun di tanah ini. Kami bayar pajak, kami sewakan, kami rawat. Lalu tiba-tiba ada orang datang dengan sertifikat baru. Kami tanya: kapan kami menjual? Siapa yang menjual? Tidak ada yang bisa jawab,” tegas Rahmad.

Keluarga Inong kini menggantungkan harapan kepada Kejaksaan Negeri Dumai untuk meninjau kembali kasus ini. Mereka menolak disebut sebagai pemalsu atas tanah yang telah mereka rawat selama lebih dari 60 tahun.

“Kami hanya mempertahankan hak kami. Kami bukan penjahat. Kalau hukum tidak bisa melindungi rakyat kecil, maka hukum itu gagal menunaikan tugasnya,” tandas Rahmad.

Kata Herman Siregar

Pakar hukum agraria Universitas Riau, Dr. Herman Siregar, SH, MH, menilai langkah penetapan tersangka dalam kasus ini prematur dan berpotensi menyalahi prinsip keadilan.

“Ini bukan kasus pemalsuan yang bisa langsung dipidanakan. Ini konflik kepemilikan yang harus diuji dulu lewat jalur perdata. Kalau polisi langsung menetapkan tersangka, itu artinya memvonis sepihak tanpa pengadilan,” tegas Dr. Herman.

Ia menambahkan, penegakan hukum tidak boleh terjebak pada kekuatan modal atau akses pelapor.

“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Polisi harus independen, objektif, dan mendalami riwayat tanah ini secara menyeluruh,” katanya.

Sengketa kepemilikan tanah harus diuji keabsahannya di pengadilan perdata sebelum berlanjut ke ranah pidana.

Aparat penegak hukum wajib melibatkan ahli agraria dan mendalami sejarah kepemilikan. Proses hukum harus menjamin hak jawab dan transparansi, terutama bagi pihak yang secara ekonomi lebih lemah.

Sementara Kapolres Dumai, AKBP Hardi Dinata H, S.I.K., M.M. melalui Kasat Reskrim Polres Dumai AKP Kris Tofel, S.Tr.K., S.I.K. menyampaikan berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Dumai pada tanggal 20 Maret 2025.

“Penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Seluruh alat bukti serta saksi telah dikumpulkan, dan tersangka juga sudah diperiksa sesuai prosedur,” ujar AKP Kris saat ditemui di Mapolres Dumai.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti ( Tahap 2 ) kepada kejaksaan Negeri Dumai pada hari Senin, 5 Mei 2025. Tersangka sebelumnya juga telah dipanggil dan dilakukan penahanan pada tanggal 3 Mei 2025.

Memenuhi Unsur

AKP Kris menjelaskan unsur dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP telah terpenuhi setelah alat bukti yang cukup atau minimal 2 alat bukti yang sudah dipenuhi.

“Perbedaan ukuran surat asli dan salinan yang digunakan tersangka menjadi titik krusial dalam pembuktian. Surat asli menyebutkan lebar 9 depa, sedangkan dokumen yang digunakan tersangka menyebutkan 59 depa,” tegasnya.

Selain itu, pemeriksaan terhadap 23 saksi, pengecekan dan pengukuran tanah bersama pihak BPN Dumai, dan satu ahli pidana telah dilakukan guna menguatkan dugaan bahwa surat tersebut dipalsukan untuk kepentingan klaim tanah dan menerima uang sewa tanah terhadap bangunan kios tanpa hak.

“Barang bukti berupa dokumen legalisir, surat tanah, hingga KTP para pihak telah disita dan dijadikan bukti pendukung dalam proses hukum,” terangnya.

Dari hasil investigasi yang dilakukan pihak kepolisian, diketahui bahwa pada tahun 2004 sebagian dari tanah tersebut telah dijual dan dicatat dalam Surat Keterangan Ganti Rugi Usaha kepada pihak lain dengan ukuran yang sesuai arsip kelurahan Bintan, yaitu 9 x 81 depa.

Hal ini memperkuat bukti bahwa dokumen berukuran 59 x 81 depa tidak sesuai dengan arsip resmi.

“Langkah hukum ini diharapkan memberi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar tidak menyalahgunakan dokumen dengan cara membuat surat palsu atau menggunakan surat palsu untuk kepentingan pribadi,” terang AKP Kris.

Polres Dumai juga telah menerbitkan SP2HP kepada pelapor sebagai bentuk akuntabilitas proses penyidikan.

“Seluruh prosedur sudah kami laksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Kami serahkan sepenuhnya proses selanjutnya kepada pihak Kejaksaan Negeri Dumai dan Pengadilan Negeri Dumai untuk menentukan keadilan yang seadil-adilnya,” tutup AKP Kris Tofel.

Dilimpahkan ke Kejaksaan

Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu terkait kepemilikan tanah di wilayah Kelurahan Bintan itu telah dilimpahkan Polres Dumai ke Kejaksaan Negeri Dumai.

Perkara ini bermula dari laporan seorang warga, berinisial TST berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/213/VIII/2021, tanggal 24 Agustus 2021, yang merasa dirugikan secara materi akibat klaim sepihak atas tanah miliknya.

Dugaan pemalsuan berfokus pada perubahan ukuran luas tanah dalam surat penyerahan tahun 1961 atas nama ALIP yang dijadikan dasar oleh tersangka IF dalam meminta uang sewa tanah terhadap bangunan dan kios di atas tanah tersebut.

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan sejak tahun 2021, Polres Dumai telah melakukan sejumlah langkah intensif mulai dari proses penyelidikan dari tanggal 24 Agustus 2021. Kemudiannmelakukan wawancara saksi-saksi, melakukan penelitian dokumen surat hingga dilakukan gelar perkara untuk peningkatan proses penyelidikan ke tahap proses penyidikan pada tanggal 21 Oktober 2022.

Dalam proses penyidikan dilakukan pemeriksaan (BAP) saksi-saksi, penyitaan barang bukti, hingga dilakukan penggeledahan yang sudah mendapatkan penetapan penggeledahan dari Pengadilan Negeri Dumai.

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap tersangka, terhadap IF telah dilakukan tahapan wawancara, BAP sebagai saksi sebanyak 3 kali hingga dilakukan gelar perkara penetapan tersangka pada tanggal 18 November 2024.

Selanjutnya dilakukan pemanggilan sebagai Tersangka serta dilakukan BAP sebagai tersangka sebanyak 2 kali. Selama proses itu dilakukan, pihak Polres Dumai tidak melakukan penahanan hingga berkas perkara (tahap 1) di kirim ke Kejaksaan Negeri Dumai untuk di teliti.

Editor: Redaksi