DUMAI – Setelah mendapatkan sentuhan lembut dari Pertamina Hulu Rokan (PHR), kawasan hutan Bandar Bakau yang berada di pesisir pantai Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai, Provinsi Riau menjadi energi baru disegala bidang.
Hal ini dikatakan oleh seorang pendiri kelompok pecinta alam bahari Bandar Bakau Dumai, Darwis Muhammad Shaleh.
Pada Sabtu 28 Oktober 2023, sambil duduk dipanggung teater di Bandar Bakau Dumai dan menikmati gorengan sebelum azan magrib berkumandang, anak ke-4 dari pasangan H. Muhammad Shaleh dan Hj. Kholijah ini menceritakan sejarah singkat pahit manisnya memperjuangkan hutan mangrove tersebut.
Pada tahun 1997, Tok Darwis sapaan akrab dari namanya itu telah memikirkan bagaimana caranya agar hutan bakau yang ada di pinggir pantai Kecamatan Dumai Barat ini dapat dilestarikan, mengingat saat itu bakal ada isu pembangunan pelebaran dermaga oleh pihak Pelindo.
Tak ingin melihat lagi dengan matanya sendiri hutan bakau yang ada di kecamatan Dumai Barat dihabisi seperti yang ada di wilayah Kecamatan Dumai Timur yang sekarang telah berdiri bangunan-bangunan tinggi serta dermaga pelabuhan, pria dengan ciri khas menggunakan songkok dan berjanggut itu memutarkan otaknya.
Tak hanya mengajak warga setempat untuk menanam bibit bersama-sama, dirinya juga memasang plang penolakan penebangan serta mengedukasi seniman maupun tokoh-tokoh masyarakat tentang pentingnya melestarikan pohon-pohon bakau dibibir pantai.
Walaupun banyak mendapatkan cemoohan dari orang, namun tekad dan ketekunan seorang ayah dari 4 orang anak itu akhirnya dapat menggagalkan pembangunan yang konon katanya untuk pelebaran pelabuhan rakyat.
“Dalam perjuangan ini, yang susah saat itu adalah memberikan pemahaman ke masyarakat tentang pentingnya hutan bakau di pesisir pantai,” ungkap Tok Darwis.
Pria kelahiran 6 Maret 1968 itu kini merasa lega lantaran daerah itu sudah ditetapkan menjadi wisata bahari di Kota Dumai. Kini tugasnya bagaimana menjaga dan melestarikan hutan tersebut.
Selain menjaga kelestarian, pria berusia 55 tahun itu juga memberikan edukasi ke masyarakat dan generasi-generasi serta pecinta alam yang berkunjung di hutan bakau maupun ditempat lain.
Diakuinya, dalam mengedukasi pentingnya hutan bakau ke masyarakat yang berkunjung saat itu sangatlah sulit, hal ini dikarenakan terbatasnya akses memasuki dipertengahan hutan sampai ke bibir pantai. Sehingga tak banyak yang mendatangi lokasi tersebut.
“Kondisi medan yang lecah dan berlumpur tentu membuat masyarakat enggan memijakkan kaki kesini,” ujar Tok Darwis.
Pria penuh uban di kepalanya itu tak menampik selama mendapatkan sentuhan program konservasi hutan mangrove dari PHR dengan menjadikan kawasan Ecoeduwisata di Bandar Bakau Dumai beberapa waktu yang lalu telah dirasakan manfaatnya.
Hal tersebut terlihat dari bertambah ramainya pengunjung baik dari pelajar, mahasiswa, pencinta alam maupun masyarakat umum yang ingin berbagi pengetahuan maupun ikut melestarikan hutan bakau dengan datang sendirinya.
“Kami benar-benar merasakan kemudahan dalam mengedukasi terkait pentingnya hutan mangrove disini, selain itu pengunjung juga semakin ramai, hal ini karena sudah adanya fasilitas, baik akses jalan maupun panggung diskusi serta tempat wisata edukasi,” kata Tok Darwis.
Suami dari seorang perempuan pengrajin batik lokal ini tidak menyangka program sederhana dari PHR ini dapat memudahkan pengunjung serta pecinta alam dalam berbagi pengetahuan tentang pentingnya pohon bakau dalam menjaga kawasan pesisir pantai dari ancaman abrasi dan sebagainya.
Selanjutnya Tok Darwis juga tak lupa mengucapkan terimakasihnya atas support dan dukungan dari PHR serta kepeduliannya dalam pelestarian hutan dan kawasan mangrove di Indonesia khususnya di Kota Dumai ini.
Dirinya juga bertekad ingin menciptakan Labor Mangrove untuk kepentingan dalam mempelajari dan melestarikan pohon bakau, seperti ruang pengambilan warna, ruang sentuh ekologi dan lain-lain.
Komitmen PHR
Sejak berdiri pada 20 Desember 2018, PHR berkomitmen menjadikan perusahaan terdepan dalam upaya pelestarian hutan dan kawasan mangrove di Indonesia dengan program konservasi hutan mangrove dan memanfaatkannya sebagai kawasan Ecoeduwisata.
Sebagaimana yang diungkapkan Corporate Secretary PHR, Rudi Ariffianto, beberapa waktu yang lalu dalam press releasenya yang mengatakan PHR terus berikhtiar dalam menjaga alam dan ekosistem lingkungan yang terjaga demi generasi penerus bangsa.
“Ini merupakan komitmen PHR untuk berperan aktif dalam pelestarian kawasan mangrove di Indonesia. Lewat program TJSL di bidang lingkungan ini, PHR konsisten untuk terus menghadirkan alam yang lestari,” jelasnya.
Di Bandar Bakau Dumai, kata Rudi Ariffianto, program konservasi mangrove dan ecoeduwisata merupakan implementasi dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR. Selain bidang lingkungan hidup juga berfokus pada bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan bantuan pasca bencana.
Sebagaimana diketahui 10 program di tahun 2021, kini PHR dalam setahun telah melaksanakan 30 program TJSL yang dilaksanakan oleh berbagai mitra pelaksana yang jumlahnya juga meningkat dari 10 ke 21 mitra.
Dari segi dampak ke masyarakat, terdapat peningkatan 4 kali lipat jumlah penerima manfaat, dari 5.000 menjadi 21.000 orang penerima manfaat di Provinsi Riau untuk seluruh program CSR di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lingkungan tersebut.
Seluruh program itu tercakup ke dalam 12 dari 17 target atau goals dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
Mangrove dan Bakau
Berdasarkan penulusuran, istilah mangrove ini tidak hanya tertuju pada satu jenis spesies tertentu, tetapi mencakup semua pohon-pohon atau semak-semak di suatu kawasan yang terkena pasang surut air laut dan membentuk suatu komunitas.
Sedangkan Bakau atau Rhizophora sp, merupakan salah satu spesies penyusun kawasan mangrove.
Bakau (Rhizophora) adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Rhizophora, suku Rhizophoraceae.
Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang mencolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar).
Hutan mangrove yang juga dikenal dengan hutan bakau ini merupakan sebuah ekosistem yang bersifat khas karena adanya aktivitas daur penggenangan oleh pasang surut air laut. *