SEKILASRIAU.COM – Covid-19 di Negeri China dilaporkan menggila, hingga layanan kremasi jenazah sampai kewalahan menangani.
Permintaan pemakaman rumah duka di Ibukota negeri China melonjak drastis.
Dikutip dari tempo, para pekerja dan pengemudi rumah duka di Beijing, kota dengan penduduk 22 juta jiwa, dites positif Corona dan disebut dalam keadaan sakit.
China melonggarkan kebijakan Covid-19 setelah pemerintah menyatakan bahwa strain Omicron telah melemah. Pelonggaran terjadi setelah penduduk memprotes kebijakan nol-Covid yang diperjuangkan oleh Presiden Xi Jinping.
Pelonggaran itu membuat China menyatakan penduduk dengan gejala ringan dirawat di rumah. Mereka baru dirawat dirumah sakit ketika gejala menjadi parah.
Di Beijing Tiongkok, pegawai yang terinfeksi Covid-19 telah memukul berbagai sektor mulai dari restoran, perusahaan kurir hingga karyawan di rumah duka.
“Kami memiliki lebih sedikit mobil dan pekerja sekarang,” kata seorang staf di Rumah Duka Miyun kepada Reuters.
Dia menambahkan bahwa ada tumpukan permintaan untuk layanan kremasi.
“Kami memiliki banyak pekerja yang dinyatakan positif,” ujarnya lagi.
Covid-19 di China Menggila
Sementara itu dikutip dari CNN Indonesia, China baru secara resmi melaporkan kembali kasus kematian COVID-19.
Ada dua kasus yang dilaporkan per Senin (19/11/2022), usai kematian terakhir tercatat di 3 Desember.
Banyak yang memperkirakan jumlah kasus kematian COVID-19 yang dilaporkan jauh dari angka resmi, terlebih tes massal sudah tidak lagi dilakukan.
Laporan Reuters juga menunjukkan krematorium dipenuhi mobil jenazah, para pekerja dengan pakaian hazmat membawa jenazah ke dalam fasilitas tersebut.
Namun, tidak secara jelas dipastikan apakah seluruhnya terkait kasus COVID-19. Media berita setempat pada Jumat lalu melaporkan dua jurnalis pemerintah meninggal usai tertular COVID-19, kemudian Sabtu seorang mahasiswa kedokteran berusia 23 tahun meninggal positif COVID-19.
Belum juga ada keterangan apakah salah satu di antaranya termasuk sebagai catatan laporan kematian COVID-19 resmi pemerintah.
“Jumlah (resmi) jelas kurang dari jumlah kematian akibat COVID-19,” kata Yanzhong Huang, spesialis kesehatan global di Dewan Hubungan Luar Negeri (CFR), sebuah think tank AS.
“Itu mungkin mencerminkan kurangnya kemampuan negara untuk secara efektif melacak dan memantau situasi penyakit di lapangan setelah dicabutnya kebijakan tes PCR massal, tetapi itu mungkin juga didorong oleh upaya untuk menghindari kepanikan massal atas lonjakan kematian akibat COVID-19,” sebutnya.
NHC melaporkan 1.995 kasus COVID-19 bergejala pada 18 Desember, dibandingkan dengan 2.097 sehari sebelumnya. Jumlah kasus COVID-19 tersebut juga tidak bisa diandalkan lantaran testing menurun.
Prediksi 1,5 Juta Kematian
Beberapa pakar khawatir jumlah kematian akibat COVID-19 di China dapat meningkat di atas 1,5 juta dalam beberapa bulan mendatang. Mereka juga mendesak China segera meningkatkan cakupan vaksinasi terutama di kalangan lansia.
Tingkat vaksinasi China di atas 90 persen, tetapi cakupan suntikan untuk orang dewasa yang telah menerima booster turun menjadi 57,9 persen, dan 42,3 persen untuk lansia 80 tahun ke atas.
Kepala ahli epidemiologi China Wu Zunyou pada hari Sabtu mengatakan negara itu berada dalam fase awal dari tiga gelombang COVID-19 yang diperkirakan terjadi pada musim dingin ini.
“Menurut saya 60 hingga 70 persen kolega saya, terinfeksi saat ini,” kata Liu, pekerja kantin universitas berusia 37 tahun di Beijing, kepada Reuters.
Editor: Do