SEKILASRIAU.COM – Hujan es batu di Pekanbaru Riau viral di media sosial, ini penjelasan ahli Klimatologi dan BMKG sebelumnya.
Setelah fenomena langka planet Bulan dan planet Venus muncul berdekatan yang tampak di Provinsi Riau, kini fenomena langka kembali menghebohkan media sosial.
Fenomena langka itu yakni hujan es batu. Hujan Es batu mengguyur kota Pekanbaru pada hari Sabtu 25 Maret 2023 itu viral setelah sehari kemunculan dua planet tampak berdekatan.
Banyak warganet yang mengabadikan hujan es batu yang terjadi di kota bertuah tersebut dengan mengunggah di akun media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram.
Salah satu akun Facebook @Wan Mahmudin AZ Mudin turut mengabadikan moment tersebut.
Dalam video unggahanya, tampak hujan lebat dan terdengar suara keras yang mengguyur sebuah mobil yang dikendarainya.
“Ini adalah hujan es batu di Pekanbaru dekat Ramadhan, posisi saya sedang berada di Jalan Bakti, hujannya begitu deras dan anginnya kencang dan hujannya hujan es, wow seram, ngeri bo, hujan es batu,” kata suara dalam video unggahan akun Fb tersebut, Sabtu (25/3).
Penyebab hujan es
Ahli Klimatologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Emilya Nurjani, dalam laman resmi UGM mengatakan, hujan es atau yang disebut hail bukanlah suatu hal yang aneh.
Hujan es adalah hasil dari pembentukan awan cumulonimbus yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air.
Awan tersebut tumbuh di ketinggian sekitar 450 mdpl (meter di atas permukaan laut) hingga bisa mencapai 10.00 mdpl saat masa udara dalam kondisi yang tidak stabil.
Emilya menjelaskan, penyebab utama fenomena hujan es adalah kondisi alam yang termasuk kelembapan tinggi, massa udara yang tidak stabil, dan suhu permukaan bumi yang mendukung.
Selain itu, perubahan suhu udara di troposfer, bagian atas tempat terbentuknya awan-awan yang mengandung es, juga menjadi penyebab terjadinya hujan es.
“Jika suhu di permukaan Bumi cukup rendah, maka kristal es akan mencapai bumi dalam bentuk es atau hail, tetapi kalau suhu di permukaan bumi cukup panas maka es akan sampai di permukaan bumi sebagai hujan yang kita kenal,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Emilya, di negara empat musim, hujan es yang jatuh berukuran besar saat musim dingin karena suhu udara di permukaan juga dingin sehhingga es yang turun tidak mencair.
Namun, yang terjadi di negara tropis termasuk Indonesia cenderung merupakan fenomena cuaca dengan dampak skala horizontal dan waktu yang berbeda-beda.
Awan stratus yang tidak tebal dan mengandung air menghasilkan hujan dengan durasi singkat yang intensitasnya ringan sampai sedang.
Adapun wilayah yang terdampak hujan sekitar ratusan meter hingga 2 kilometer.
Sementara itu, awan cumulonimbus tumbuh vertikal ke atas dan tidak lebar sehingga wilayah terdampak hujan juga tidak luas, tetapi hujannya lebih deras.
Ini Penjelasan BMKG
Pertanda hujan es akan terjadi Dilansir dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Ada beberapa indikasi terjadinya hujan es yang disertai kilat dan angin kencang, yakni:
– Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah.
– Udara terasa panas dan gerah karena radiasi matahari yang cukup kuat, ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C) disertai dengan kelembapan yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh nilai kelembapan udara di lapisan 700 mb (> 60%).
– Mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu.
– Tahap berikutnya, awan tersebut akan berubah warna dengan cepat menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan awan cumulonimbus.
– Pepohonan di sekitar mulai bergoyang cepat.
– Terasa ada sentuhan udara dingin.
– Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba-tiba.
– Jika 1-3 hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim pancaroba atau penghujan, ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang, baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.
Penulis: Do