Seorang sopir bus di Prancis meninggal dunia pasca dikeroyok penumpang yang menolak menggunakan masker. Philippe Monguillot, hanya meminta agar calon penumpangnya menggunakan masker sebagaimana protokol kesehatan yang telah diterapkan pemerintah.
Sayangnya, teguran Monguillot (59 tahun) tidak diindahkan. Monguillot justru dikeroyok oleh calon penumpangnya tersebut. Akibatnya, selama satu pekan Monguillot harus bertahan hidup dengan alat penopang kehidupan lantaran otaknya telah mati. Hingga kemudian, keluarganya mengikhlaskan kepergian Monguillot pada Jumat (10/7) lalu untuk melepaskan alat kehidupan tersebut.
“Kami memutuskan untuk membiarkannya pergi. Para dokter mendukung dan kami juga,” katanya kepada AFP dilansir dari Ahram Online pada Ahad (12/7).
Polisi telah mengamankan tersangka serta orang-orang yang sempat menyembunyikannya. Dua orang telah didakwa atas tuduhan percobaan pembunuhan.
Jaksa Jerome Bourrier bahkan mengatakan bahwa pihaknya akan meminta dakwaan agar ditambah setelah kematian Monguillot. Selain dua tersangka pelaku jaksa juga mendakwa tiga orang lainnya karena dianggap membantu menyembunyikan tersangka.
Perdana Menteri Perancis, Jean Castex mengatakan bangga terhadap Monguillot yang turut mematuhi protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran covid-19. Ia mengaku tidak melupakan ketegasan Monguillot
“Republik mengakui dia (Monguillot) sebagai warga negara yang patut dicontoh dan tidak akan dilupakan. Undang-undang akan menghukum para pelaku kejahatan keji ini,” tulisnya melalui akun Twitter.
Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin mengambil tindakan cepat untuk bertemu dengan para sopir bus untuk membahas situasi keamanan mereka. Mereka menjadwalkan pertemuan pada Sabtu.
Rekan-rekan busnya sempat melakukan mogok kerja pasca serangan terhadap Monguillot. Mereka baru akan mulai bekerja kembali melayani masyarakat pada Senin besok dengan keamanan yang ditingkatkan. Termasuk, mengerahkan agen keamanan pada bus-bus panjang yang beroperasi di Bayonne dan daerah sekitarnya.